Imbas Perang Dagang AS dan China, Indonesia Tuai Berkah

Perang dagang Amerika Serikat dan China yang kembali memanas ternyata membawa berkah bagi Indonesia. Imbas yang dirasakan Indonesia mulai terlihat akhir-akhir ini setelah beberapa perusahaan asing yang tadinya menanamkan modalnya di China melirik Indonesia untuk memindahkan investasinya.

Salah satu contoh perusahaan yang sudah melirik untuk memindahkan investasinya di Indonesia adalah perusahaan perakitan Iphone asal Taiwan Pegatron. Pegatron sudah mulai mempersiapkan untuk memindahkan pabriknya dari China ke Batam.

Untuk melancarkan perpindahan investasinya di Indonesia, Pegatron menggandeng mitra asal Indonesia yaitu PT Sat Nusapersada Tbk yang merupakan perusahaan sama-sama bergerak di bidang perakitan smartphone.

Menanggapi kejadian ini, Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto menyambut baik dan berharap kerjasama investasi ini akan segera selesai secepat mungkin. Airlangga juga menyebutkan sudah ada beberapa perusahaan asing juga yang akan memindahkan investasinya ke Indonesia seperti perusahaan otomotif asal Korea Selatan, namun Airlangga masih merahasiakan perusahaan apa.

“Ini adalah kesempatan dan benefit bagi Indonesia. Mereka melihat opprotunity menggeser dari China ke Indonesia. Salah satu kemarin juga Lotte melakukan hal yang sama,” ujarnya di Gedung BEI, Jakarta, Kamis (13/12/2018) dilansir dari detik.com.

“Ada satu industri otomotif. Saudaranya Lotte, Korea,” tambahnya dilansir dari detik.com.

Pergerakan perpindahan investasi perusahaan asing untuk berinvestasi di Indonesia hingga membangun pabriknya di Indonesia memang akan mungkin dalam waktu dekat akan segera terealisasi.

Perusahaan asing sebagian besar mulai mempersiapkan pencabutan investasi di China imbas perang dagang China dan Amerika Serikat yang bisa dibilang sangat berimbas terhadapa pendapatan dari perusahaan tersebut.

“Seperti industri sepatu itu juga sekarang sedang melirik Jateng. Kemudian elektronik dan tekstil, foot wear, kemudian beberapa industri baja tambahan sedang dibangun di Morowali,” terangnya.

Perang dagang Tiongkok–Amerika Serikat 2018 mulai setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan pada 22 Maret 2018, niatnya untuk mengenakan tarif sebesar US$ 50 miliar untuk barang-barang Tiongkok di bawah Seksi 301 Undang-Undang Perdagangan 1974, dengan menyebut riwayat “praktik perdagangan tidak adil” dan pencurian kekayaan intelektual.[1][2] Sebagai pembalasan, pemerintah Tiongkok menerapkan tarif mereka untuk lebih dari 128 produk AS, termasuk terutama sekali kedelai, ekspor utama AS ke Tiongkok.[3][4]

Pada 6 Juli 2018 Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif terhadap barang-barang TiongkokChina senilai $ 34 milyar, yang kemudian menyebabkan Tiongkok membalas dengan tarif yang serupa terhadap produk-produk AS. Administrasi Trump mengatakan bahwa tarif tersebut diperlukan untuk melindungi keamanan nasional dan kekayaan intelektual bisnis AS, dan untuk membantu mengurangi defisit perdagangan AS dengan Tiongkok.[1][2] Trump pada bulan Agustus 2017 telah membuka penyelidikan resmi mengenai serangan terhadap kekayaan intelektual Amerika dan sekutu-sekutunya, pencurian yang telah merugikan Amerika sendiri sekitar $ 600 miliar per tahun.